Jumat, 30 Mei 2014

    Kajian Ikhwan : Ghadhdh Al-Bashar (Menahan Pandangan) dan Hifzh Al-Furuj (Menjaga Kemaluan)



    Dasar hukum mengenai hal di atas adalah firman Allah SWT berikut:

    Katakanlah kepada laki-laki yang beriman : “Hendaklah mereka menahan pandangannya dan memelihara kemaluannya. Yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat”. (TQS. an-Nur [24] : 30)

    Katakanlah kepada perempuan yang beriman : “Hendaklah mereka menahan pandangannya dan menjaga kemaluannya, dan janganlah menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kerudung ke dadanya. Dan janganlah menampakkan perhiasannya (auratnya) kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau sesama perempuan, atau hamba sahaya yang mereka miliki, atau para pelayan laki-laki (tua) yang tidak mempunyai keinginan (terhadap perempuan), atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat perempuan. Dan janganlah mereka memukulkan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman, supaya kamu beruntung.” (TQS. an-Nur [24] : 31)

    Yang menjadi pertanyaan, apakah semua pandangan itu harus ditahan? Atau apakah semua pandangan itu dilarang?

    Ghadhdh al-bashar secara bahasa dapat diartikan “memejamkan kedua kelopak mata sehingga tidak dapat melihat siapapun/apapun”. Kata “min” sebelum kata “ghadhdh al-bashar” menunjukkan makna (sebagian), artinya tidak semua pandangan itu dilarang. Hal ini dikarenakan, untuk beberapa pandangan kita diperbolehkan seperti:

    1.       Pandangan spontanitas;

    2.       Pandangan yang pertama kali tanpa disengaja;

    3.       Pandangan terhadap muka dan dua telapak tangan tanpa disertai syahwat;

    4.       Pandangan dalam keadaan darurat (menolong seseorang yang sedang dalam bahaya dan mengancam jiwanya)

    Persoalan selanjutnya yang berkaitan dengan pandangan mata adalah bahwa setiap kali seseorang membuka kedua kelopak matanya, secara otomatis dia akan melihat apa saja yang ada dihadapannya. Sementara itu, di dalam ayat di atas, tidak disebutkan hal-hal apa saja yang tidak boleh dipandang oleh mata. Karenanya, dapat kita pahami bahwa maksud menahan pandangan dalam ayat di atas adalah : MENAHAN PANDANGAN DARI PERKARA YANG DIHARAMKAN, bukan perkara yang halal. Mengenai pandangan yang diharamkan, maka akan berkaitan pula dengan pembahasan tentang AURAT, dan pelibatan SYAHWAT dalam memandang.

    Silahkan sahabat semua pelajari kembali mengenai materi sebelumnya yang telah kami post-kan.

    #LDK KMM STKS senantiasa mengajak kepada seluruh mahasiswa muslim STKS Bandung khususnya untuk bersama-sama megkaji Islam secara kaffah (menyeluruh).

    Contact us: 083824417542

    Barakallahu minkum . . .

    Minggu, 25 Mei 2014

    Berusaha Untuk Istiqomah




    Assalamualykum wr.wb
    Sobat muslim yang berbahagia,
    Ibadah merupakan cara untuk mendekatkan diri kepada Alloh SWT. Namun dalam kita beribadah, kadang meningkat bahkan lebih cenderung semakin hari semakin menurun. Sama halnya ketika tiba bulan Romadhon kita seakan akan meningkatkan ibadah kita dengan melaksanakan sunnah sunnah Rosul yang yang tidak biasa kita laksanakan. Tetapi ketika bulan Romadhon terlewati maka semua aktifitas tersebut juga kita tinggalkan.
    Bagaimana cara supaya ibadah kita tetap dapat istiqomah?

    Alhabib Ali Al jufri menjelaskan ada 3 (tiga) cara menjaga supaya ibadah kita dapat tetap istiqomah.

    Do’a dan Pengharapan kepada Alloh SWT.

    Yaitu setiap malam atau selesai sholat mohon kepada Alloh agar diberikan ketaatan kepadaNya. Memohon dengan kesungguhan dan pengharapan, karena ketaatan dalam beribadah adalah karuniaNya.

    “Ya Alloh, bantulah hamba untuk terus mengingat-Mu(berdzikir), bersyukur kepada-Mu dan melaksanakan ibadah dengan baik kepada-Mu”
    2.  Menjaga anggota badan dari perkara Haram : Pendengaran, Penglihatan dan Perkataan (Lisan).
    Artinya hendaklah setiap hari kita menjada 3 perkara ini setiap waktu berpuasa dipagi hari dan ketika berbuka dimalam hari. Menjaga pandangan dari apa yang dilarang/diharamkan Alloh SWT, menjaga telinga dari pendengaran sesuatu yang tidak disukai Alloh seperti mengumpat, mengadu domba. Yang ketiga menjaga lisan (mulut) kita dari sesuatu yang tidak disukai Alloh seperti menceritakan keburukan orang lain, menyakiti hati, menuturkan kata-kata yang mengandung kebohongan.
    Apabila seseorang dapat menjaga pendengaranm penglihatan dan perkataannya, maka disitu seseorang telah mensucikan hatinya.
    3.      Pastikan setiap dari kita beribadah, hati senantiasa kita hadirkan bersama Alloh.
    Alloh SWT berjanji kepada sesiapa yang berusaha untuk menghadirkan hati bersama Alloh akan ditunjukkan jalan-Nya yang benar.
    Semoga bermanfaat….

    Waallaikumsalam wr.wb

    sumber gambarhttp://ayodakwah.com/
    sumber bacaan :  http://mrofiuddin.blogspot.com

    Senin, 19 Mei 2014

    Teladan Para Ibu Dan Muslimah 'Fatimah Az-Zahra'



    Bismillahirrahmanirrahim..

    Assalamualykum wr.wb

    Ukhtifillah yang di Rahmati Allah SWT, Kembali lagi LDK KMM akan share tentang

                              " TELADAN PARA IBU DAN MUSLIMAH 'FATIMAH AZ-ZAHRA' "

     yukkk simak :)

     Dalam sejarah Islam tercatat pula nama Fatimah Az-Zahra sebagai sosok ibu yang pantas diteladani. Putri Rasulullah SAW ini adalah poros bagi kehidupan rumah tangga dan keluarga yang baik serta ideal.
    Hal yang paling menonjol dalam kehidupan Fatimah adalah kemampuannya menyeimbangkan kehidupan individu, sosial, dan keluarga. Beliau pun tampil sebagai sosok pekerja keras, rela berkorban, dan pejuang sejati.
    Di rumah yang sederhana, Fatimah telah mendidik anak-anaknya yang oleh sejarah diakui sebagai manusia-manusia terbaik. Ia bersama suaminya menempatkan diri sebagai teladan bagi anak-anak mereka.

    Kepada putra sulungnya, Hasan, Fatimah pernah berkata, “Hasan, anakku, jadilah engkau seperti ayahmu, belalah kebenaran, sembahlah Allah, Tuhan yang Maha Pengasih dan Pemberi Kebaikan. Dan janganlah engkau bergaul dengan orang-orang pendendam.”

    Sejarah Islam telah menorehkan dengan tinta emas kemuliaan Fatimah ini. Ia adalah sosok wanita yang bijaksana dalam bersikap, sopan dalam bertutur kata, santun dalam beretika, dan aktif dalam kehidupan bermasyarakat. Ia pun selalu peduli dengan kondisi orang-orang di sekitarnya.

    Setiap kali bertemu dengan para Muslimah, Fatimah selalu memberikan bimbingan dan ajaran kepada mereka, seperti yang diterima dari ayahandanya, Rasulullah SAW. Fatimah juga dikenal sebagai pejuang sejati dalam membela kebenaran. Dari sosok ibu yang mumpuni  inilah lahir Hasan dan Husein yang kemudian menjadi mujahid dan pembela ajaran Islam.

    Nah, bagaimana dengan para ibu pada zaman modern sekarang ini? Banyak orang bilang, tidak mudah menjadi ibu pada zaman globalisasi ini. Meski demikian, keberhasilan Asma’ dan Fatimah dalam men jalani peran sebagai ibu pada zaman Rasulullah SAW tetap relevan untuk dijadikan teladan bagi para ibu masa kini. (rol/sbb/dakwatuna)
    Wa'alikumsalam wr.wb

    Rabu, 14 Mei 2014

    KMM Gallery : TALK 2014 (Training & Learning with KMM)


    Kajian Ikhwan : Aurat Perempuan Di Hadapan Perempuan Lain Mahramnya




    Dari Abu Sa’id al-Khudri RA bahwa Rasulullah SAW bersabda:
    “Seorang laki-laki dilarang melihat aurat laki-laki lain, dan seorang perempuan dilarang melihat aurat perempuan lain . . . .” (HR. Para Penulis Kitab as-Sunan, dan redaksi ini riwayat Muslim)

    Adapun batas aurat seorang perempuan di hadapan perempuan lain, adalah seperti aurat laki-laki dihadapan laki-laki yang lain.
    Hal ini berdasarkan keumuman dalil-dalil tentang aurat seorang laki-laki di hadapan laki-laki lain (anggota tubuh di antara pusar dan lututnya). Hal ini pun berdasarkan keumuman firman Allah SWT:
    “. . . . dan janganlah menampakkan perhiasannya (auratnya) kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau sesama perempuan, atau hamba sahaya yang mereka miliki, atau para pelayan laki-laki (tua) yang tidak mempunyai keinginan (terhadap perempuan), atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat perempuan . . . .” (TQS. an-Nur [24] : 31)
    Namun demikian, perempuan tidak diperbolehkan menyebarkan keindahan perempuan lain kepada suaminya, atau kepada salah seorang mahramnya. Karena itu merupakan perbuatan yang diharamkan dalam Islam.

    AURAT LAKI-LAKI DI HADAPAN PEREMPUAN

    Adapun aurat laki-laki di hadapan perempuan adalah sama seperti aurat laki-laki di hadapan laki-laki dan aurat perempuan di hadapan perempuan lain. Hal ini berdasarkan keumuman dalil-dalil tentang aurat seorang laki-laki, yang telah dijelaskan di atas.

    AURAT PEREMPUAN DI HADAPAN LAKI-LAKI YANG BUKAN MAHRAMNYA

    Dalam konteks ini, seluruh tubuh perempuan adalah aurat, kecuali wajah dan telapak tangannya.. 

    Firman Allah SWT:
    “. . . . dan janganlah mereka (perempuan) menampakkan perhiasannya (auratnya), kecuali yang biasa nampak dari padanya . . . .” (TQS. An-Nur [24] : 31)

    Hal ini diperkuat dengan sabda Rasulullah SAW:
    “Tidak halal bagi seorang perempuan yang beriman kepada Allah dan hari akhir, apabila dia telah haid (untuk) menampakkan (apapun dari dirinya) kecuali wajah dan kedua tangannya, sampai sini (Nabi SAW memegangi separuh lengannya).” (HR. Imam at-Thabari (redaksinya belum penulis temukan), namun semakna dengan Hadits Riwayat Abu Dawud)

    “Wahai Asma’, sesungguhnya seorang perempuan itu, ketika telah mencapai usia haid (baligh) tidak boleh ada yang terlihat, kecuali ini dan ini (Rasulullah SAW mengisyaratkan pada wajah dan telapak tangannya).” (HR. Abu Dawud)

    Amarah dalam Pandangan Islam


    Assalamu'alaikum Wr. Wb

    Selamat membaca, semoga bermanfaat :)
    Kajian kali ini kita akan membahasa tentang "Amarah dalam Pandangan Islam"

    Suatu waktu Ibnu Umar radhiya Allahu 'anhu bertanya kepada Rasulullah SAW, ''Apa yang bisa menjauhkan aku dari murka Allah 'Azza wa Jalla?'' Rasul langsung menjawab, ''Jangan marah!'' Dalam riwayat lain disebutkan bahwa orang yang menahan marah padahal dia sanggup melampiaskannya, akan dipanggil Allah di hadapan semua makhluk dan disuruh memilih bidadari yang mana saja dia suka.

    Lain waktu, Rasulullah SAW sampai mengulang tiga kali sabdanya, ketika salah seorang sahabat meminta nasihat kepada beliau. ''Jangan marah!'' Bahkan, beliau menyampaikan kabar gembira bagi orang yang mampu menahan marah. ''Dan bagimu adalah surga!'' Subhanallah, karena kita bisa menahan marah ternyata surga dengan semua kenikmatan di dalamnya adalah balasan kita.
    Marah adalah nyala api dari neraka. Seseorang pada saat marah, mempunyai kaitan erat dengan penghuni mutlak kehidupan neraka, yaitu setan saat ia mengatakan, ''Saya lebih baik darinya (Adam--Red); Engkau ciptakan saya dari api sedangkan dia Engkau ciptakan dari tanah.'' (QS Al-A'raf: 12). Tabiat tanah adalah diam dan tenang, sementara tabiat api adalah bergejolak, menyala, bergerak, dan berguncang.

    Marah berarti mendidih dan bergolaknya darah hati yang terlampiaskan. Oleh sebab itu, bila sedang marah, api amarah menyala dan mendidihkan darah hatinya lalu menyebar ke seluruh tubuh. Bahkan, hingga naik ke bagian atas seperti naiknya air yang mendidih di dalam bejana. Karena itulah, wajah, mata, dan kulit yang sedang marah tampak memerah. Semua itu menunjukkan warna sesuatu yang ada di baliknya seperti gelas yang menunjukkan warna sesuatu yang ada di dalamnya.

    Jika seseorang marah, tapi tidak bisa dilampiaskan, karena tidak ada kemampuan, misalnya, kepada atasan atau pimpinan, maka darah justru akan menarik diri dari bagian luar kulit ke dalam rongga hati. Sehingga, ia berubah menjadi kesedihan. Karenanya, biasanya warnanya pun menguning dan muka pun berubah murung.

    Manusia bila ditilik dari sifat marah ada empat kelompok. Pertama , cepat marah, cepat sadar (ini merupakan sesuatu yang buruk).  Kedua , lambat marah, lambat sadar (ini kurang terpuji).  Ketiga , cepat marah, lambat sadar (adalah sifat yang terburuk). Dan terakhir, lambat marah, cepat sadar (inilah yang baik).

    Orang yang lambat marah tapi segera sadar adalah sosok Mukmin yang terpuji. Karena ia berusaha mencerna dan mengelolanya dengan baik, sehingga di akhir kemarahannya yang singkat itu ada proses mengingatkan dan pelajaran. Marah karena sayang. Nah, kira-kira di mana posisi kita saat marah?  Wa Allahu a'lam.
    -Ustadz Muhammad Arifin Ilham-
    Menurut Al-Ghazali, kita memang tidak mungkin menghindari kemarahan.  Kemarahan yang baik dipicu oleh hal-hal yang baik. Sedangkan kemarahan yang zalim dipicu arogansi, ‘ujub, senda gurau, kesia-siaan, pelecehan, pencibiran, perdebatan, pertengkaran, penghianatan dan ambisi dunia.
    Bila sudah telanjur marah, orang yang mencari keridhaan Allah akan berusaha untuk meredam dan sedapat mungkin tidak meluapkan amarahnya. Allah ridha pada manusia yang tidak meluapkan amarahnya, bahkan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa ilmu agar mendekatkan ke surga dan menjauhi neraka adalah dengan tidak meluapkan kemarahan.
    Rasulullah saw. bersabda: “Orang kuat itu bukanlah yang menang dalam gulat tetapi orang kuat adalah yang mampu menahan nafsu amarahnya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
    Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda “Siapa yang dikatakan paling kuat diantara kalian ?” Sahabat menjawab “yaitu diantara kami yang paling kuat gulatnya”. Beliau bersabda : “Bukan begitu, tetapi dia adalah yang paling kuat mengendalikan nafsunya ketika marah.” (HR. Muslim)
    Dari Abu Hurairah Radliyallahu ‘anhu, bahwa seseorang berkata kepada Nabi shalallahu alaihi wasallam “berwasiatlah kepadaku”. Beliau bersabda “jangan menjadi seorang pemarah. Kemudian diulang-ulang beberapa kali. Dan beliau bersabda “janganlah menjadi orang pemarah” (HR. Bukhari)
    Dahulu ada seorang lelaki yang datang menemui Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan mengatakan, “Wahai Rasulullah, ajarkanlah kepada saya sebuah ilmu yang bisa mendekatkan saya ke surga dan menjauhkan dari neraka.” Maka beliau  bersabda, “Jangan tumpahkan kemarahanmu. Niscaya surga akan kau dapatkan.”(HR. Thabrani)

    Allah SWT. Berfirman:
    “dan bersegeralah kepada ampunan Tuhanmu dan surga  seluas langit dan bumi, yang disediakan bagi orang-orang yang bertaqwa, yaitu orang-orang  menginfaqkan rizkinya baik dalam kemudahan maupun kesusahan, yang menahan marahnya, dan memaafkan kepada manusia. Dan Allah menyukai orang yang berbuat baik dan orang-orang yang apabila berbuat kekejian atau zalim kepada diri sendiri, maka ia segera ingat kepada Allah, dan beristighfar kepada Allah atas dosa-dosanya. Dan siapakah yang lebih mengampuni dosa selain Allah ? Kemudian dia tidak meneruskan perbuatannya, meskipun dia mengetahuinya” (QS. Ali Imran : 133-135)


    Syekh Abdul Azis bin Fathi as-Sayyid Nada dalam kitab Mausuu’atul Aadaab al-Islamiyahmengungkapkan hendaknya seorang Muslim memperhatikan adab-abad yang berkaitan dengan marah. Berikut adab atau cara mengendalikan marah menurut Islam:
    1.    Jangan marah kecuali karena Allah SWT. Marah karena Allah merupakan sesuatu yang disukai dan mendapatkan pahala. Seorang Muslim yang marah karena hukum Allah diabaikan merupakan contoh marah karena Allah, misalnya marah ketika menyaksikan perbuatan haram.

    2.    Berlemah lembut dan tak marah karena urusan dunia. Sesungguhnya semua kemarahan itu buruk, kecuali karena Allah SWT. Abdul Azis bin Fathi as-Sayyid Nada mengingatkan, kemarahan kerap berujung pada pertikaian dan perselisihan yang dapat menjerumuskan manusia ke dalam dosa besar dan dapat pula memutuskan silaturahim.

    3.    Mengingat keagungan dan kekuasaan Allah ketika marah. Ketika mengingat kebesaran Allah SWT, maka kemarahan bisa diredam. Bahkan, mungkin tak jadi marah sama sekali. Itulah adab paling bermanfaat yang dapat menolong seseorang untuk berlaku santun dan sabar.

    4.      Menahan dan meredam amarah jika telah muncul. Allah SWT menyukai seseorang yang dapat menahan dan meredam amarahnya. Allah SWT berfirman, ” … dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memberi maaf orang lain, dan Allah mencintai orang-orang yang berbuat kebaikan.” (QS Ali Imran:134).

    5.      Berlindung kepada Allah ketika marah. Nabi SAW bersabda, “Jika seseorang yang marah mengucapkan; ‘A’uudzu billah (aku berlindung kepada Allah SWT) niscaya akan reda kemarahannya.” (HR Ibu ‘Adi dalam al-Kaamil.) 

    6.      Diam. Rasulullah SAW bersabda, “Ajarilah, permudahlah, dan jangan menyusahkan. Apabila salah seorang dari kalian marah, hendaklah ia diam.” (HR Ahmad). Terkadang orang yang sedang marah mengatakan sesuatu yang dapat merusak agamanya, menyalakan api perselisihan dan menambah kedengkian.

    7.      Mengubah posisi ketika marah. Mengubah posisi ketika marah merupakan petunjuk dan perintah Nabi SAW. Nabi SAW bersabda, “Jika salah seorang di antara kalian marah ketika berdiri, maka hendaklah ia duduk. Apabila marahnya tidak hilang juga, maka hendaklah ia berbaring.” (HR Ahmad).

    8.    Berwudhu atau mandi. Menurut Syekh Sayyid Nada, marah adalah api setan yang dapat mengakibatkan mendidihnya darah dan terbakarnya urat syaraf. 

    9.    Memberi maaf dan bersabar. Orang yang marah sudah selayaknya memberikan ampunan kepada orang yang membuatnya marah. Allah SWT memuji para hamba-Nya “… dan jika mereka marah mereka memberi maaf.” (QS Asy-Syuura:37).
                Itulah kesembilan cara yang bisa kita lakukan untuk meredam kemarahan. Terlihat sulit tapi percayalah, jika kita berniat merubah diri kita untuk menjadi lebih baik, beberapa cara meredam kemarahan seperti yang disebutkan diatas patut dicoba. Insya Allah kita dapat termasuk ke dalam golongan seperti yang disebutkan dalam hadits riwayat Imam Ahmad, yakni mendapat imbalan indah bertemu dengan bidadari surga dan dimuliakan-Nya. 


    Selasa, 13 Mei 2014

    Iri Dan Dengki…, Kenali Kemudian Hindari!!!"

    Assalamualykum wr.wb


    Selamat membaca, semoga bermanfaat :)

    Sebagian manusia tidak mampu mengelakkan dirinya dari sifat iri dan dengki. Dengki kepada rekan yang baru naik jabatan, dengki kepada tetangga yang punya mobil mewah, dengki kepada saudara yang anaknya sarjana dan dengki kepada seorang ustadz yang memiliki murid yang pintar dan lain sebagainya.

    Dan sungguh tidak bisa dibayangkan, ketika abad globalisasi dan keterbukaan yang telah mulai membuka pintunya akan semakin memberikan peluang untuk membuka ‘kran hati’ untuk saling mendengki. Karena ukuran globalisasi identik dengan materi. Orang pun semakin tak bisa mengendalikan hati.

    Rasa dengki dan iri baru tumbuh manakala orang lain menerima nikmat. Biasanya jika seseorang mendapatkan nikmat, maka akan ada dua sikap pada manusia. Pertama, ia benci terhadap nikmat yang diterima kawannya dan senang bila nikmat itu hilang daripadanya. Sikap inilah yang disebut hasud, dengki dan iri hati. Kedua, ia tidak menginginkan nikmat itu hilang dari kawannya, tapi ia berusaha keras bagaimana mendapatkan nikmat semacam itu. Sikap kedua ini dinamakan ghibthah (keinginan). Yang pertama itulah yang dilarang sedang yang kedua diperbolehkan.

    Beberapa Kisah Al Qur’an tentang Orang-orang yang Dengki

    Dalam bahasa sarkasme, orang pendengki adalah orang yang senang melihat orang lain dilanda bencana, dan itu disebut syamatah. Syamatah dengan hasad selalu berkait dan berkelindan. Dari sini kita tahu, betapa jahat seorang pendengki, ia tidak rela melihat orang lain bahagia, sebaliknya ia bersuka cita melihat orang lain bergelimang lara. Allah Ta’ala menggambarkan sikap dengki ini dalam firmanNya, yang artinya: “Bila kamu memperoleh kebaikan, maka hal itu menyedihkan mereka, dan kalau kamu ditimpa kesusahan maka mereka girang karenanya.” (QS. Ali Imran: 120)

    Dengki juga merupakan sikap orang-orang ahli Kitab. Allah Ta’ala berfirman, yang artinya: “Kebanyakan orang-orang ahli Kitab menginginkan supaya mereka dapat mengembalikan kamu kepada kekafiran setelah kamu beriman, disebabkan karena kedengkian (hasad) yang ada dalam jiwa mereka.” (QS. Al Baqarah: 109)

    Kedengkian saudara-saudara Yusuf kepada dirinya mengakibatkan sebagian dari mereka ingin menghabisi nyawa saudaranya sendiri, Yusuf ‘Alaihis Salam. Allah Ta’ala mengisahkan dalam firmanNya, yang artinya: “(Yaitu) ketika mereka berkata: Sesungguhnya Yusuf dan saudara kandungnya (Bunyamin) lebih dicintai ayah kita daripada kita sendiri, padahal kita (ini) adalah satu golongan (yang kuat). Sesungguhnya ayah kita adalah dalam kekeliruan yang nyata. Bunuhlah Yusuf atau buanglah ia ke suatu daerah (yang tak dikenal) supaya perhatian ayahmu tertumpah kepadamu saja dan sesudah itu hendaklah kamu menjadi orang-orang yang baik.” (QS. Yusuf: 8 – 9)

    Terhadap orang-orang pendengki tersebut Allah Ta’ala dengan keras mencela: “Apakah mereka dengki kepada manusia lantaran karunia yang Allah berikan kepadanya?” (QS. An Nisaa’: 54)

    Sebab-sebab Dengki

    Rasa dengki pada dasarnya tidak timbul kecuali karena kecintaan kepada dunia. Dan dengki biasanya banyak terjadi di antara orang-orang terdekat; antar keluarga, antarteman sejawat, antar tetangga dan orang-orang yang berde-katan lainnya. Sebab rasa dengki itu timbul karena saling berebut pada satu tujuan. Dan itu tak akan terjadi pada orang-orang yang saling berjauhan, karena pada keduanya tidak ada ikatan sama sekali.

    Adapun orang yang mencintai akhirat, yang mencintai untuk mengetahui Allah, malaikat-malaikat, nabi-nabi dan kerajaanNya di langit maupun di bumi maka mereka tidak akan dengki kepada orang yang mengetahui hal yang sama. Bahkan sebaliknya, mereka malah mencintai bahkan bergembira terhadap orang-orang yang mengetahuiNya. Karena maksud mereka adalah mengetahui Allah dan mendapatkan kedudukan yang tinggi di sisiNya. Dan karena itu, tidak ada kedengkian di antara mereka.

    Kecintaan kepada dunia yang mengakibatkan dengki antarsesama disebabkan oleh banyak hal. Di antaranya karena permusuhan. Ini adalah penyebab kedengkian yang paling parah. Ia tidak suka orang lain menerima nikmat, karena dia adalah musuhnya. Diusahakanlah agar jangan ada kebajikan pada orang tersebut. Bila musuhnya itu mendapat nikmat, hatinya menjadi sakit karena bertentangan dengan tujuannya. Permusuhan itu tidak saja terjadi antara orang yang sama kedudukannya, tetapi juga bisa terjadi antara atasan dan bawahannya. Sehingga sang bawahan misalnya, selalu berusaha menggoyang kekuasaan atasannya.

    Sebab kedua adalah ta’azzuz (merasa paling mulia). Ia keberatan bila ada orang lain melebihi dirinya. Ia takut apabila koleganya mendapatkan kekuasaan, pengetahuan atau harta yang bisa mengungguli dirinya.

    Sebab ketiga, takabbur atau sombong. Ia memandang remeh orang lain dan karena itu ia ingin agar dipatuhi dan diikuti perintahnya. Ia takut apabila orang lain memperoleh nikmat, berbalik dan tidak mau tunduk kepadanya. Termasuk dalam sebab ini adalah kedengkian orang-orang kafir Quraisy kepada Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam yang seorang anak yatim tapi kemudian dipilih Allah untuk menerima wahyuNya. Kedengkian mereka itu dilukiskan Allah Ta’ala dalam firmanNya, yang artinya: “Dan mereka berkata: Mengapa Al Qur’an ini tidak diturunkan kepada seorang besar dari salah satu dua negeri (Makkah dan Thaif) ini?” (QS. Az Zukhruf: 31) Maksudnya, orang-orang kafir Quraisy itu tidak keberatan mengikuti Muhammad, andai saja beliau itu keturunan orang besar, tidak dari anak yatim atau orang biasa.

    Sebab keempat, merasa ta’ajub dan heran terhadap kehebatan dirinya. Hal ini sebagaimana yang biasa terjadi pada umat-umat terdahulu saat menerima dakwah dari rasul Allah. Mereka heran manusia yang sama dengan dirinya, bahkan yang lebih rendah kedudukan sosialnya, lalu menyandang pangkat kerasulan, karena itu mereka mendengki-nya dan berusaha menghilangkan pangkat kenabian tersebut sehingga mereka berkata: “Adakah Allah mengutus manusia sebagai rasul?” (QS. Al-Mu’minun: 34). Allah Ta’ala menjawab keheranan mereka dengan firmanNya, yang artinya: “Dan apakah kamu (tidak percaya) dan heran bahwa datang kepada kamu peringatan dari Tuhanmu dengan perantaraan seorang laki-laki dari golonganmu agar dia memberi peringatan kepadamu ?” (QS. Al A’raaf: 63)

    Sebab kelima, takut mendapat saingan. Bila seseorang menginginkan atau mencintai sesuatu maka ia khawatir kalau mendapat saingan dari orang lain, sehingga tidak terkabullah apa yang ia inginkan. Karena itu setiap kelebihan yang ada pada orang lain selalu ia tutup-tutupi. Bila tidak, dan persaingan terjadi secara sportif, ia takut kalau dirinya tersaingi dan kalah. Dalam hal ini bisa kita misalkan dengan apa yang terjadi antardua wanita yang memperebutkan seorang calon suami, atau sebaliknya. Atau sesama murid di hadapan gurunya, seorang alim dengan alim lainnya untuk mendapatkan pengikut yang lebih banyak dari lainnya, dan sebagainya.

    Sebab keenam, ambisi memimpin (hubbur riyasah). Hubbur riyasah dengan hubbul jah (senang pangkat/kedudukan) adalah saling berkaitan. Ia tidak menoleh kepada kelemahan dirinya, seakan-akan dirinya tak ada tolok bandingnya. Jika ada orang di pojok dunia ingin menandingi-nya, tentu itu menyakitkan hatinya, ia akan mendengkinya dan menginginkan lebih baik orang itu mati saja, atau paling tidak hilang pengaruhnya.

    Sebab ketujuh, kikir dalam hal kebaikan terhadap sesama hamba Allah. Ia gembira jika disampaikan khabar pada-nya bahwa si fulan tidak berhasil dalam usahanya. Sebaliknya ia merasa sedih jika diberitakan, si fulan berhasil mencapai kesuksesan yang dicarinya. Orang sema-cam ini senang bila orang lain terbelakang dari dirinya, seakan-akan orang lain itu mengambil dari milik dan simpanannya. Ia ingin meskipun nikmat itu tidak jatuh padanya, agar ia tidak jatuh pada orang lain. Ia tidak saja kikir dengan hartanya sendiri, tetapi kikir dengan harta orang lain. Ia tidak rela Allah memberi nikmat kepada orang lain. Dan inilah sebab kedengkian yang banyak terjadi.

    Terapi Mengobati Dengki

    Hasad atau dengki adalah penyakit hati yang paling berbahaya. Dan hati tidak bisa diobati kecuali dengan ilmu dan amal. Ilmu tentang dengki yaitu hendaknya kita ketahui bahwa hasad itu sangat membahayakan kita, baik dalam hal agama maupun dunia. Dan bahwa kedengkian itu setitikpun tidak membahayakan orang yang didengki, baik dalam hal agama atau dunia, bahkan ia malah memetik manfaat darinya. Dan nikmat itu tidak akan hilang dari orang yang kita dengki hanya karena kedengkian kita. Bahkan seandainya ada orang yang tidak beriman kepada hari Kebangkitan, tentu lebih baik baginya meninggalkan sifat dengki daripada harus menanggung sakit hati yang berkepan-jangan dengan tiada manfaat sama sekali, apatah lagi jika kemudian siksa akhirat yang sangat pedih menanti?

    Bahkan kemenangan itu ada pada orang yang didengki, baik untuk agama maupun dunia. Dalam hal agama, orang itu teraniaya oleh Anda, apalagi jika kedengkian itu tercermin dalam kata-kata, umpatan, penyebaran rahasia, kejelekan dan lain sebagainya. Dan balasan itu akan dijumpai di akhirat. Adapun kemenang-annya di dunia adalah musuhmu bergembira karena kesedihan dan kedengkianmu itu.

    Adapun amal yang bermanfaat yaitu hendaknya kita melakukan apa yang merupakan lawan dari kedengkian. Misalnya, jika dalam jiwa kita ada iri hati kepada seseorang, hendaknya kita berusaha untuk memuji perbuatan baiknya, jika jiwa ingin sombong, hendaknya kita melawannya dengan rendah hati, jika dalam hati kita terbetik keinginan menahan nikmat pada orang lain maka hendaknya kita berdo’a agar nikmat itu ditambahkan. Dan hendaknya kita teladani perilaku orang-orang salaf yang bila mendengar ada orang iri padanya, maka mereka segera memberi hadiah kepada orang tersebut. Dan sebagai penutup tulisan ini, ada baiknya kita renungkan kata-kata Ibnu Sirin: “Saya tidak pernah mendengki kepada seorangpun dalam urusan dunia, sebab jika dia penduduk Surga, maka bagaimana aku menghasudnya dalam urusan dunia sedangkan dia berjalan menuju Surga. Dan jika dia penduduk Neraka, bagaimana aku menghasud dalam urusan dunianya sementara dia sedang berjalan menuju ke Neraka.”

    (Sumber Rujukan: Al Qur’an)

    Disalin dari: Rasyid Mubarok Blogs dan sumber artikel dari Media Muslim Info
                                                                                                                  Syukron Jazakumullah khair
    Wassalamualykum wr.wb

     

    Tentang KMM

    Foto saya
    "LDK KMM STKS adalah salah satu Unit Kegiatan Mahasiswa di STKS Bandung yang secara khusus bergerak dalam kegiatan Dakwah Kampus"

    Like Our Facebook

    Lembaga Dakwah Kampus Keluarga Mahasiswa Muslim Politeknik Kesejahteraan Sosial Bandung Copyright © 2009 - 2018